Opini

Efek Domino Infrastruktur Mantap untuk Kemandirian Pangan

×

Efek Domino Infrastruktur Mantap untuk Kemandirian Pangan

Sebarkan artikel ini

NARASIKOE.COMDALAM beberapa tahun terakhir, diskursus mengenai kemandirian pangan kerap berkutat pada soal bibit unggul, teknologi pertanian, hingga peningkatan kapasitas petani. Padahal, ada satu aspek fundamental yang kerap luput dari sorotan: pembangunan infrastruktur

Di banyak daerah, pembangunan jalan, irigasi, jembatan, pasar, hingga fasilitas pascapanen sering dilihat sebagai proyek fisik semata. Padahal, jika ditarik lebih jauh, infrastruktur adalah syarat utama munculnya “efek domino” yang dapat menuntun sebuah daerah menuju kemandirian pangan.

Efek domino itu bermula dari hal paling sederhana: akses. Jalan desa yang baik tidak hanya memperpendek waktu tempuh petani ke sawah, tetapi juga menurunkan biaya operasional produksi. Petani tak lagi harus mengeluarkan lebih banyak tenaga dan ongkos untuk membawa pupuk, bibit, ataupun hasil panen.

Jalan yang layak membuka ruang bagi alat mesin pertanian (alsintan) mencapai lahan yang sebelumnya sulit diakses. Ketika biaya produksi turun, margin keuntungan meningkat, dan petani berani mengadopsi teknologi baru. Di sinilah efek domino pertama itu jatuh.

Efek domino berikutnya adalah irigasi. Kemandirian pangan tidak mungkin tercapai tanpa kepastian air. Setiap saluran primer yang dipelihara, setiap jaringan tersier yang direhabilitasi, sesungguhnya adalah investasi sosial jangka panjang. Irigasi yang andal dapat menambah indeks pertanaman—dari panen sekali menjadi dua kali atau bahkan tiga kali setahun.

BACA JUGA  Upah Naik Hidup Tetap Seret

Hal itu berarti peningkatan produksi yang tidak bisa disamai oleh sekadar subsidi bibit atau bantuan alat. Infrastruktur irigasi adalah jantung produksi; tanpa itu, pangan hanya mengandalkan cuaca.

Tak berhenti di situ, pembangunan embung dan bendung kecil di tingkat desa juga membuka peluang bagi keberlanjutan usaha tani. Kedua infrastruktur air itu berfungsi sebagai penyangga saat musim kemarau, sekaligus sebagai penahan banjir saat musim hujan.

Embung bukan hanya bak penampung air, tetapi juga penampung harapan. Ia memastikan bahwa petani dapat menanam sepanjang tahun, sehingga suplai pangan daerah tetap stabil dan harga tidak liar.

Lalu, ada infrastruktur yang sering disepelekan: pasar dan fasilitas pascapanen. Banyak daerah sudah mampu menghasilkan pangan dalam jumlah besar, tetapi kalah dari sisi rantai distribusi.

Hasil tani yang melimpah tanpa fasilitas penyimpanan yang memadai justru membuat harga jatuh pada saat panen raya. Cold storage, rumah pengering (dryer), gudang logistik, hingga pasar induk menjadi simpul penting yang menentukan nilai jual produk pangan. Ketika harga panen stabil, petani punya insentif mempertahankan lahan, bukan menjualnya untuk alih fungsi. Ini adalah efek domino lain yang tak kalah penting.

BACA JUGA  Upah Naik Hidup Tetap Seret

Kaitan antara infrastruktur dan kemandirian pangan pun makin terasa ketika melihat geliat dan pergerakan ekonomi lokal. Jalan yang terhubung dengan sentra industri pangan kecil dan menengah akan menghidupkan UMKM olahan.

Naik Kelas lewat Hilirisasi

Produk pertanian tidak lagi dijual mentah, tetapi naik kelas melalui hilirisasi. Tenaga kerja terserap, pendapatan rumah tangga meningkat, dan konsumsi lokal membaik. Pada titik ini, efek domino berubah menjadi efek bola salju yang mendorong percepatan kesejahteraan.

Dalam kerangka pembangunan daerah, efek domino tersebut menempatkan pemerintah sebagai katalis utama. Anggaran untuk memantapkan infrastruktur bukan sekadar proyek, tapi strategi ketahanan.

Dalam konteks ini, perencanaan pembangunan harus sinkron dari hulu ke hilir—mulai dari pemetaan kawasan pertanian, estimasi kebutuhan air, hingga desain distribusi dan pasar. Tanpa itu, pembangunan infrastruktur hanya menjadi tumpukan beton yang tidak menambah nilai produksi.

BACA JUGA  Upah Naik Hidup Tetap Seret

Namun, pembangunan infrastruktur untuk pangan bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Dunia usaha, akademisi, hingga komunitas lokal punya peran strategis. Dunia usaha dapat memanfaatkan peluang pascapanen dan logistik; perguruan tinggi menyediakan inovasi; sementara komunitas memastikan perawatan infrastruktur berjalan berkelanjutan. Kemandirian pangan adalah urusan bersama.

Pemprov Jateng yang menjadikan pembangunan infrastruktur sebagai salah satu Program Prioritas kiranya menjadi kebijakan yang tepat. Selain membawa angin segar bagi masyarakat terkait dengan berbagai kemudahan mobilitas, juga menjadi dukungan nyata bagi upaya Pemprov untuk mencapai kemandirian pangan. Dan ini akan berlanjut pada tahun-tahun berikutnya untuk mencapai infrastruktur mantap.

Pembangunan infrastruktur adalah investasi jangka panjang untuk menegakkan kemandirian pangan. Setiap jembatan yang dibangun, setiap saluran irigasi yang direhabilitasi, dan setiap pasar yang diperbaiki adalah “domino kecil” yang kelak menjadi domino besar berupa ketahanan ekonomi, stabilitas harga, dan kesejahteraan petani.

Jika setiap daerah berani mengawal pembangunan infrastruktur dengan perencanaan matang, Indonesia tidak hanya akan mencapai swasembada, tetap juga benar-benar mandiri, berdiri di atas kekuatan produksi sendiri.***

-Redaksi.

Uang Rupiah (Ilustrasi Pixabay)
Opini

NARASIKOE.COM – SETIAP menjelang tahun baru, Indonesia kembali menggelar satu ritual klasik yang tidak pernah absen dari panggung ekonomi: pemerintah…